Acapkali ayahnya bernyanyi di gereja, Johnson kecil selalu akan berdiri di kursi jemaat untuk mendengarkan suaranya. Ia dan warga gereja yang lain senang bahkan mungkin takjub setiap kali mendengar pujian yang dilantunkan oleh ayahnya. Makanya, sejak kecil johson memiliki kerinduan besar untuk bisa bernyanyi di gereja. Ia ingin seperti ayahnya yang telah memberikan teladan, selain pandai berdagang ayahnya juga seorang penyanyi yang bersuara merdu.
Setelah remaja pun, Johnson terus
berusaha agar bisa menjadi seorang penyanyi gereja yang dikagumi seperti
ayahnya. Namun sayangnya, betapapun dia sudah berlatih, ternyata suaranya
tidaklah sebagus suara ayahnya dan semua orang menyadari hal itu. Johnson pun
terpaksa harus menghentikan niatnya untuk menjadi penyanyi rohani yang sukses.
Menginjak usia pemuda, Johnson Oatman
yang lahir 21 April 1856 di New Jersey itu berhasrat untuk melayani dengan cara
lain. Pada umur 19 tahun dia bergabung dengan gereja Metodis. Dan setelah
bertahun-tahun terlibat dalam pelayanan, dia ditahbiskan menjadi pendeta.
Johnson pun mulai melayani sebagai pendeta sepenuh waktu. Namun sekali lagi dia
harus menerima fakta yang pahit, semua orang menyadari bahwa dia kurang
berbakat dalam berkhotbah. Karena itu Johnson tidak lagi menjabat sebagai
pendeta fulltime. Hanya sekali-sekali saja dia diberi kesempatan untuk mengisi
pelayanan kotbah.
Untuk menghibur hatinya, Johnson
kemudian terjun ke dalam dunia bisnis, dia bekerja sama dengan ayahnya.
Bisnisnya dalam bidang retail justru sukses. Selain itu juga mengurus sebuah
biro asuransi yang besar di New Jersey. Penghasilan Johnson pun kini lebih dari
cukup secara materi. Meskipun Johnson telah menjadi pebisnis yang sukses, tapi
masih ada kekecewaan di hatinya. Dia bertanya-tanya, apa dia memang tidak dapat
menyamai ayahnya dalam melayani Tuhan? Dia sudah berusaha melayani dengan
menyanyi dan berkhotbah, namun dalam kedua bidang pelayanan itu ternyata dia
tidak bisa berkembang. Tidak banyak orang yang diberkati saat dia menyanyi
maupun berkhotbah.
Pada tahun 1878, Johnson Oatman
menikahi Wilhelmina Reid. Mereka bersama memiliki tiga orang anak. Namun ia terus
menggumuli apa yang bisa dia lakukan untuk melayani Tuhan dengan baik. Akhirnya
ketika usianya menginjak 36 tahun, Johnson mulai menemukan talentanya. Pada
saat itu dia mulai mengarang puisi berisi syair-syair rohani. Puisi-puisi
rohani Johnson yang kemudian menjadi lagu itu dengan cepat menjadi populer. Dia
menulis lagu hampir setiap hari, dengan rata-rata 200 lagu setahun dan memiliki
lebih dari 5.000 himne, termasuk lagu-lagu seperti Higher Ground dan No, Not One,
yang dia klaim sebagai favoritnya. Namun, ketika dipaksa untuk menetapkan harga
untuk nyanyiannya, ia menolak untuk menetapkan apa pun selain $ 1 per nyanyian.
Pada waktu Johnson berumur 41 tahun, dia mengarang sebuah puisi rohani yang diberi judul ‘Count Your Blessings’ atau ‘Hitung Berkatmu’.
Seorang penulis berkata tentang
Count Your Blessings, "Itu seperti seberkas sinar matahari yang telah
mencerahkan tempat-tempat gelap di bumi." Sejak awal itu sangat populer di
Inggris Raya, di mana dikatakan, “Para lelaki menyanyikannya, para lelaki
bersiul, dan para ibu menyenandungkan lagu itu untuk menidurkan bayi mereka.”
Selama kebangunan rohani di Wales itu adalah salah satu nyanyian pujian yang
dinyanyikan di setiap kebaktian.
Kita bersyukur karena Johnson
Oatman Jr. tidak menjadi putus asa walaupun selama bertahun-tahun dia harus
bergumul untuk menemukan talentanya. Karena dia terus tekun menggumuli hal itu,
akhirnya dia menemukan talentanya yang luar biasa. Dan kini salah satu karyanya
itu, yaitu lagu ‘Count Your Blessings’ telah diterjemahkan ke berbagai bahasa
dan menjadi berkat bagi berjuta-juta orang. Bahkan orang yang cacat parah dan
diasingkan seperti wanita penderita kusta itu, hatinya melambung meluap dengan
penuh sukacita saat menyanyikan lagu ‘Hitung Berkatmu’.
No comments:
Post a Comment