Thursday, November 12, 2020

KISAH DIBALIK LAGU BILA TOPAN K’RAS MELANDA HIDUPMU (Kidung Jemaat 439)

Acapkali ayahnya bernyanyi di gereja, Johnson kecil selalu akan berdiri di kursi jemaat untuk mendengarkan suaranya. Ia dan warga gereja yang lain senang bahkan mungkin takjub setiap kali mendengar pujian yang dilantunkan oleh ayahnya. Makanya, sejak kecil johson memiliki kerinduan besar untuk bisa bernyanyi di gereja. Ia ingin seperti ayahnya yang telah memberikan teladan, selain pandai berdagang ayahnya juga seorang penyanyi yang bersuara merdu.

Setelah remaja pun, Johnson terus berusaha agar bisa menjadi seorang penyanyi gereja yang dikagumi seperti ayahnya. Namun sayangnya, betapapun dia sudah berlatih, ternyata suaranya tidaklah sebagus suara ayahnya dan semua orang menyadari hal itu. Johnson pun terpaksa harus menghentikan niatnya untuk menjadi penyanyi rohani yang sukses.

Menginjak usia pemuda, Johnson Oatman yang lahir 21 April 1856 di New Jersey itu berhasrat untuk melayani dengan cara lain. Pada umur 19 tahun dia bergabung dengan gereja Metodis. Dan setelah bertahun-tahun terlibat dalam pelayanan, dia ditahbiskan menjadi pendeta. Johnson pun mulai melayani sebagai pendeta sepenuh waktu. Namun sekali lagi dia harus menerima fakta yang pahit, semua orang menyadari bahwa dia kurang berbakat dalam berkhotbah. Karena itu Johnson tidak lagi menjabat sebagai pendeta fulltime. Hanya sekali-sekali saja dia diberi kesempatan untuk mengisi pelayanan kotbah.

Untuk menghibur hatinya, Johnson kemudian terjun ke dalam dunia bisnis, dia bekerja sama dengan ayahnya. Bisnisnya dalam bidang retail justru sukses. Selain itu juga mengurus sebuah biro asuransi yang besar di New Jersey. Penghasilan Johnson pun kini lebih dari cukup secara materi. Meskipun Johnson telah menjadi pebisnis yang sukses, tapi masih ada kekecewaan di hatinya. Dia bertanya-tanya, apa dia memang tidak dapat menyamai ayahnya dalam melayani Tuhan? Dia sudah berusaha melayani dengan menyanyi dan berkhotbah, namun dalam kedua bidang pelayanan itu ternyata dia tidak bisa berkembang. Tidak banyak orang yang diberkati saat dia menyanyi maupun berkhotbah.

Pada tahun 1878, Johnson Oatman menikahi Wilhelmina Reid. Mereka bersama memiliki tiga orang anak. Namun ia terus menggumuli apa yang bisa dia lakukan untuk melayani Tuhan dengan baik. Akhirnya ketika usianya menginjak 36 tahun, Johnson mulai menemukan talentanya. Pada saat itu dia mulai mengarang puisi berisi syair-syair rohani. Puisi-puisi rohani Johnson yang kemudian menjadi lagu itu dengan cepat menjadi populer. Dia menulis lagu hampir setiap hari, dengan rata-rata 200 lagu setahun dan memiliki lebih dari 5.000 himne, termasuk lagu-lagu seperti Higher Ground dan No, Not One, yang dia klaim sebagai favoritnya. Namun, ketika dipaksa untuk menetapkan harga untuk nyanyiannya, ia menolak untuk menetapkan apa pun selain $ 1 per nyanyian.

 


Pada waktu Johnson berumur 41 tahun, dia mengarang sebuah puisi rohani yang diberi judul ‘Count Your Blessings’ atau ‘Hitung Berkatmu’.

Seorang penulis berkata tentang Count Your Blessings, "Itu seperti seberkas sinar matahari yang telah mencerahkan tempat-tempat gelap di bumi." Sejak awal itu sangat populer di Inggris Raya, di mana dikatakan, “Para lelaki menyanyikannya, para lelaki bersiul, dan para ibu menyenandungkan lagu itu untuk menidurkan bayi mereka.” Selama kebangunan rohani di Wales itu adalah salah satu nyanyian pujian yang dinyanyikan di setiap kebaktian.

Kita bersyukur karena Johnson Oatman Jr. tidak menjadi putus asa walaupun selama bertahun-tahun dia harus bergumul untuk menemukan talentanya. Karena dia terus tekun menggumuli hal itu, akhirnya dia menemukan talentanya yang luar biasa. Dan kini salah satu karyanya itu, yaitu lagu ‘Count Your Blessings’ telah diterjemahkan ke berbagai bahasa dan menjadi berkat bagi berjuta-juta orang. Bahkan orang yang cacat parah dan diasingkan seperti wanita penderita kusta itu, hatinya melambung meluap dengan penuh sukacita saat menyanyikan lagu ‘Hitung Berkatmu’.

KISAH DIBALIK LAGU SUCI, SUCI, SUCI (Kidung Jemaat 2)

Awal mulanya lagu ini digunakan untuk ibadah hari Minggu Tri tunggal, sebab isinya mengundang para penyembah untuk bergabung dalam memuji keTuhanan Trinitas, memparafrasekan Wahyu 4:1-11, dan dari visi Yohanes tentang penyembahan tanpa akhir di Surga, ini adalah contoh dari upaya patuh Heber untuk menghindari emosi yang berlebihan. Namun kemudian lagu ini dinyanyikan diawal ibadah dalam peribadatan secara umum.

Himne yang sampai sekarang masih kita nyanyikan ini ditulis pada awal 1800-an selama Heber masih menjadi vikaris (1807-1823) di Hodnet, Shopshire, Inggris. Disana ia menjadi penulis himne yang produktif sampai menghasilkan lebih dari 100 himne. Bahkan himne misionaris yang agung, " From Greenland's icy mountains  Dari pegunungan es Greenland," terlepas dari kiasan India ("untaian karang India", "pulau Ceylon")-( From Greenland's icy mountains," notwithstanding the Indian allusions ("India's coral strand," "Ceylon's isle) ditulis sebelum dia menerima tawaran dari Calcutta. Lagu pemakaman yang menyentuh, "Engkau telah pergi ke kuburan," ditulis tentang kehilangan bayi pertamanya, yang merupakan kesedihan yang mendalam baginya. Beberapa himne diterbitkan (1811-16) di Christian Observer, sisanya tidak diterbitkan sampai setelah kematiannya.

Sebagai bentuk penghargaan kepada Heber, Himne yang dibuatnya diterbitkan pertama kali dalam A Selection of Psalms and Hymns for Parish Church of Banbury (Edisi ketiga, 1826) dan kemudian oleh janda penulis dalam Hymns Written and Adapted to the Weekly Church Service of the Year (1827).

Reginald Heber lahir 21 April 1783 dari keluarga kaya dan terpelajar. Dia adalah seorang pemuda yang cerdas, menerjemahkan sebuah puisi klasik Latin ke dalam syair bahasa Inggris pada saat dia berusia tujuh tahun, kuliah di Oxford pada usia 17, dan memenangkan dua penghargaan untuk puisinya selama berada di sana. Setelah lulus ia melayani sebagai pendeta di gereja ayahnya di desa Hodnet dekat Shrewsbury di bagian barat Inggris di mana ia tinggal selama 16 tahun. Ditahbiskan pada tahun 1807, dan kemudian mengambil alih paroki tua ayahnya di Shropshire setelah kematian ayahnya pada tahun 1804. Dia segera menjalankan tugas sebagai pendeta desa, setelah menikahi Amelia, putri Dr. Shipley, dekan St. Asaf.

Dalam tugasnya, Reginald menggabungkan tugas pastoralnya dengan tugas geraja lainnya, menulis himne, dan karya sastra yang lebih umum yang termasuk studi kritis karya lengkap dari pendeta abad ke-17, Jeremy Taylor. Selama menjalankan tugas sebagai uskup, Reginald juga melakukan perjalanan panjang dari Skandinavia, Rusia dan Eropa Tengah.

Pada tahun 1812 ia dijadikan prebendary (berhubungan dengan administrasi) St Asaf, atas permintaan ayah mertuanya. Pada tahun 1815 ia diangkat sebagai dosen Bampton di Oxford, dan pada tahun 1822 sebagai pengkhotbah di Lincoln's Inn, dan pada akhir tahun yang sama (melalui perantaraan temannya CWW Wynn) ia ditawari jabatan kosong di Calcutta. Di India, ia diangkat sebagai uskup di Calcutta pada tahun 1823.

Selama masa keuskupannya yang singkat,  ia melakukan perjalanan yang sangat luas di wilayah keuskupannya di India, dan bekerja keras untuk meningkatkan kondisi kehidupan spiritual dan kehidupan umum dari umatnya.  Selain itu, Reginald harus menjalani tugasnya dengan Kombinasi dari tugas yang sulit, iklim yang tidak bersahabat dan kondisi kesehatan yang tidak terlalu diperhatikan sehingga membawa kehancuran dan kematian saat mengunjungi Trichinopoly (sekarang Tiruchirappalli). Dia meninggal karena stroke pada tanggal 3 April 1826.

Setelah kematiannya, sebuah Monumen didirikan untuk mengingatnya baik berada di India dan di Katedral St. Paulus, London. Sebuah koleksi lagu-lagunya diterbitkan tak lama setelah kematiannya, salah satunya, lagu himne yang dalam bahasa Indonesia diberi judul "Suci, Suci Suci", adalah nyanyian populer dan dikenal luas pada Minggu Trinitas.

Meskipun keuskupan Heber singkat, dia telah meninggalkan kesan yang baik, dan berita kematiannya membawa banyak penghormatan dari seluruh India. Sir Charles Grey, seorang teman lama Oxford yang menjabat sebagai Ketua Mahkamah Agung Calcutta, berbicara tentang keceriaan Heber, humor yang baik, kesabaran dan kebaikannya.

Dia melakukan perjalanan tanpa kenal lelah melalui semua bagian keuskupannya yang berat, tidak hanya melaksanakan tugas uskupnya dengan rajin, tetapi juga menyembuhkan perbedaan dan menyemangati hati serta menguatkan tangan para pekerja Kristen kemanapun dia pergi.

SINOPSIS FILM RISEN

"Risen" adalah sebuah film yang mengisahkan tentang peristiwa kebangkitan Yesus Kristus dari sudut pandang seorang tentara Romawi ...