Tuesday, December 4, 2018

MATURNUWUN MBAH TARMINAH

Rumah sederhana dipinggir sawah yang dihuni oleh dua orang tua dan anak-anak mereka. Bentuk rumahnya sederhana. Berdinding bambu anyaman. Dihalaman depan terdapat sumur timba, dengan sedikit halaman depan. Rumahnya menghadap selatan, itu yang aku ingat. Salah satu anaknya yang bungsu bahkan (maaf) lumpuh satu kakinya (karena panas tinggi diwaktu kecil), tapi ia justru anak yang paling ceria. Mereka memang orang sederhana dengan segala keterbatasannya, tetapi aku justru nyaman dengan mereka. Mereka diperkenalkan oleh ibu kepadaku sebagai saudara. 
Sejak kecil aku dan adik-adikku diasuh oleh mbah Tarminah (sebutan untuk ibu keluarga sederhana ini). Apalagi jika bapak dan ibu sedang bepergian, kami bertiga selalu dititipkan ke mbah Tarminah untuk diasuh. Memang ada mak'e (simbah) dirumah, tetapi biasanya ibu selalu meminta agar mbah Tarminah ikut membantu momong kami bertiga. Mbah Tarminah orang yang sabar, kesabarannya itu pula yang membuat kami nyaman didekatnya.
Sejak kami masih kecil sampai kami beranjak dewasa dan mulai bekerja di luar kota, mbah Tarminah setia menemani keluarga kami.
Ada satu anak mbah Tarminah yang selalu diajak ke tempat kami yaitu mas no (maaf ya mas, aku lupa nama lengkapmu), tapi yang kental dalam ingatanku panggilannya mas no. Dia memang mempunyai keterbatasan karena kakinya, tetapi kami tidak pernah meledeknya bahkan merendahkannya. Karena orang tuaku selalu mengajarkan supaya tidak merendahkan orang, sekalipun mereka berstrata sosial dibawah kita. Bagi kami, mas no adalah saudara kami yang selalu kami rindukan sampai nanti.
Bagi orang lain disekitar kami, keluarga mbah Tarminah adalah orang-orang yang membantu kami karena mereka bekerja pada kami. Sekarang kami tegaskan kepada semua orang (termasuk kalian yang baru baca), mereka bukan orang seperti itu, mereka adalah keluarga kami. Mereka orang-orang yang tulus dalam keterbatasan, mereka adalah orang-orang yang berjasa mengenalkan kami tentang hidup. 
Sangat lekat dalam ingatanku, ketika kami bersama mas no habis main diladang sebelah utara rumah mbah Tarminah, aku sangat capek.  Mbah Tarminah menyuruhku untuk membersihkan kaki, tangan dan muka. Mbah kakung mengambilkan air dari sumur depan rumah dengan cara menimba, sehabis itu aku disuruh untuk makan dengan mas no (tapi aku lupa sayur dan lauknya apa...). Hampir sering aku bermain ditempat mbah Tarminah untuk bermain dengan mas no pada waktu masih kecil. 
Setelah aku beranjak dewasa dan mulai meninggalkan kampung halaman bekerja di rantau, akupun berpisah dengan mbah Tarminah dan terutama mas no. Menurut cerita mbah Tarminah, mas no mendapatkan berkah luar biasa. Waktu aku mendengar itu..sangat bangga padanya. Sekalipun dalam keterbatasan fisik dia pejuang tangguh. Walau sekarang sudah lama tidak bertemu secara fisik, tetapi karena teknologi aku bisa tetap menjalin tali silaturahmi dan persaudaraan, karena bagi kami (khususnya aku) mas no adalah saudaraku. 

Sekarang, ketika tulisan ini ditulis, mbah kakung dan mbah Tarminah yang momong aku sejak kecil telah meninggal beberapa tahun yang lalu. Tetapi setiap aku pulang kampung aku sempatkan untuk menengok kuburan emak (simbah putri) dan kuburan mbah Tarminah. Dua orang tua itulah yang membantuku mengajari hidup dan menjalani hidup. kenapa aku ingin menulis ini, karena aku hanya mau mengucapkan : "maturnuwun mbah Tarminah", panjenengan mboten badhe kula lalekke"

No comments:

Post a Comment

SINOPSIS FILM RISEN

"Risen" adalah sebuah film yang mengisahkan tentang peristiwa kebangkitan Yesus Kristus dari sudut pandang seorang tentara Romawi ...