Monday, July 29, 2019

KETIKA BAPAK PERGI UNTUK SELAMANYA

(Tanganku gemetar dan sesekali hatiku bergetar....ketika hendak merekam ulang peristiwa itu.....................................)

Tanggal 22 Juni 2019 pukul 12.38 adalah waktu Tuhan menghentikan nafasmu dan seluruh kerja tubuhmu. 2 jm 38 menit sebelum engkau menghembuskan nafas terakhirmu, aku, istriku dan ibu ada disanding tempat tidurmu di ICU. Nafasmu dibantu oleh selang, matamu terkatup rapat dan responmu tidak lagi ada untuk kami. Aku tahu (nggak ngerti darimana keyakinan itu merasuki hati dan pikiranku) bahwa usia bapakku sampai hari itu. Aku pun hanya berserah kepada Tuhan dan mempersiapkan hatiku dan hati ibuku untuk merelakan kepergiannya untuk selamanya. 
Hari itu, tanggal 22 Juni 2019 adalah hari yang akan selalu kami kenang karena Tuhan telah melepaskan sakit dan kelemahan tubuh yang lebih 4 tahun dideritanya. Tuhan telah memanggil pulang bapak kami yang terkasih. Kami semua terutama aku, istriku dan ibuku yang harus berhadapan langsung dengan proses sakratulmaut yang dihadapi bapakku tidak kuasa menahan tangis tetapi kami harus belajar rela melepaskannya. 
Aku bangga karena aku diberi waktu untuk menghantarkan kepergian bapak. Aku yang mengajak ibu berdoa dan menghiburnya untuk melepaskan kepergian bapak. Sambil menangis kupeluk bapak, kubisikkan ditelinganya kata-kata pengharapan dan kerelaan, mengajak bapak berdoa, di detik-detik ketika tanda-tanda hidupnya mulai memudar. 
Aku bangga diberi kesempatan untuk melepaskan bapak dari penderitaannya. 2 jam 38 menit sejak aku masuk ke ruang ICU pada pukul 10.00 WIB.  Sejak aku lihat dari pintu ruang ICU, aku melihatmu tidak lagi merespon, matamu sudah tertutup rapat; ibu berdiri disampingmu sambil menitikkan air mata. Sesekali ia bergumam kepada bapak......berbicara kepada bapak.......tetapi begitu lirih tidak dapat ku dengar....karena aku masih menatapmu agak jauh darimu.
Aku bertanya kepada perawat waktu itu, mereka hanya menjawab "biarlah kehendak Tuhan yang terbaik..."
Setelah pukul 11.45 ketika saudara yang menjengukmu pulang, aku bersama ibu mendekati tempat tidurmu dan mengajak ibu untuk berdoa bersama. Ketika kami selesai berdoa monitor yang diatas bapak mulai menunjukkan perubahan....detak jantung bapak mulai menurun pelan. Setiap kali ibu membisikkan doa demikian pula ketika aku mendoakannya, detak jantungnya semakin menurun. Sampai ketika aku minta perawat untuk dapat memeluknya....disaat itulah detak jantung bapak mulai menurun deras dan hanya terdengar seperti peluit panjang tanda berakhirnya kehidupan....
Aku pun menangis...ibupun menangis.....istriku yang tidak berani mendekatpun ikut menangis....Suster dengan sigap ingin menolong memperpanjang hidup bapak dengan memberikan bantuan pernafasan...3 kali mereka secara bergantian menekan dada bapak....namun karena aku iba melihatnya...maka bersama ibu kuputuskan agar tindakan medis itu dihentikan. Kami merelakan kepergian bapak...Alat yang dipasang ditubuhnya mulai dilepas dan jam 12.38 bapak dinyatakan meninggal. Aku bersyukur karena ketika detik-detik sebelum bapak meninggal diberi kekuatan oleh Tuhan, menggandeng ibu dan mengajak berdoa disaksikan semua perawat dan petugas medis yang kenal dengan bapak. Aku bersyukur karena bapaklah aku dimampukan untuk berdoa ditengah sesaknya napasku dan derai air mata kami. 

Aku, ibu dan adik-adikku memang tidak menyangka bahwa untuk yang keempat kali bapak di rawat dirumah sakit dan yang terakhir itu sebagai akhir dari perjalanan hidupnya di dunia. Bapak telah keempat kali di rawat dirumah sakit, 3 kali sampai yang terakhir masuk di ruang ICU. Sama seperti peristiwa sebelumnya, ketika bapak dibawa ke rumah sakit, waktu itu juga ditandai dengan jatuhnya bapak di rumah. Jam 00.35-an hari Kamis tgl 20 Juni 2019, aku ditelpon ibu...bahwa bapak jatuh dan muntah darah. Saat itu aku langsung meminta ibu untuk membawa bapak menuju ke rumah sakit. 
Aku baru bisa datang ke rumah sakit, hari kamis jam 18.00; sebenarnya seminggu itu aku sangat sibuk dengan pekerjaan, tetapi karena bapak masuk rumah sakit maka aku harus membantu ibu untuk menemani menjaga bapak.
Hari Jumat, adikku yang nomor dua datang bersama istri dan kedua anaknya untuk menjenguk bapak karena pekerjaan mereka tidak dapat ditinggalkan. Bapak masih merespon dengan baik; komunikasi masih baik bahkan ketika istri adikku bercanda bapakkpun masih bisa tertawa lepas. Aku pun berpikir, bapak akan segera sembuh dan pulang lagi. Jumat itu setelah adikku pulang, aku pun pulang juga, ku sempatkan bersama bapak untuk foto bersama. "ayo selfi pak....". Bapak masih bisa tersenyum... ku ajak berdoa sebelum meninggalkannya; aku pamit kepadanya; "pak...saya pulang dulu...ada pekerjaan yang harus diselesaikan...besok saya kesini lagi ketemu bapak....sembuh lagi ya pak..." Kupeluk dan kuciumi bapak....lalu keluar dari ruang perawatan.
Ternyata itulah perjumpaan dan interaksi terakhirku dengan bapak. 
Karena pada hari Sabtu tanggal 22 Juni pukul 05 barangkali barangkali lebih 10 menit, ibu membangunkanku dari tidur....dan diseberang sana mengatakan "mas...bapakmu mlebu ICU (bapakmu masuk ruang ICU)". Aku pun tidak terlalu risau apalagi kuwatir karena bapak sudah tiga kali masuk ICU. Aku bilang kepada ibu, akan segera menuju ke rumah sakit yang jaraknya 2 jam dari rumah. Bersama dengan istriku aku berangkat. Tidak tahu kenapa ditengah perjalanan, aku meneteskan air mata dan aku merasa bahwa hari ini waktunya bapak meninggalkan kami. Sejak 15 km menjelang rumah sakit, aku menitikkan air mata, aku menangis; dalam perjalanan hatiku gelisah.
Ternyata memang terbukti, hari itu, ketika aku berharap masih bisa manatap sorot matamu dan berinteraksi denganmu dalam diam...engkau justru telah pergi dan hari itu adalah hari ketika bapak pergi untuk selamanya. 


No comments:

Post a Comment

SINOPSIS FILM RISEN

"Risen" adalah sebuah film yang mengisahkan tentang peristiwa kebangkitan Yesus Kristus dari sudut pandang seorang tentara Romawi ...